Kamis, 20 Oktober 2011

Vaginal Smear


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisme bereproduksi untuk melestarikan jenisnya. Reproduksi merupakan suatu proses menghasilkan individu baru dari organisme sebelumnya. Organisme bereproduksi dengan dua cara yaitu reproduksi seksual dan aseksual. Reproduksi seksual umumnya melibatkan persatuan sel kelamin (gamet) dari dua jenis individu yang berbeda jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Mamalia merupakan salah satu kelas yang menggunakan reproduksi seksual sebagai cara bereproduksi. Oleh karena itu mamalia mempunyai aktivitas seksual yang menyertai  sepanjang hidupnya. Aktivitas seksual tersebut selalu berubah-ubah, kadang tinggi dan kadang juga rendah. Siklus estrus merupakan salah satu penyebab perubahan aktivitas seksual tersebut.
Vaginal smear merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi fase siklus estrus yang sedang dialami oleh individu betina. Setiap siklus estrus memiliki tipe sel yang berbeda. Perbedaan tipe sel ini dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui suatu fase estrus pada individu betina. Periode antara satu fase estrus dengan fase estrus berikutnya disebut siklus estrus. Setiap hewan memiliki siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan poliestrus (estrus beberapa kali dalam setahun) dan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam satu tahun).  Satu siklus estrus terdapat empat fase yaitu proestrus, estrus metestrus/postestrus, dan diestrus. Masing-masing fase tersebut berkaitan dengan perubahan aktivitas seksual dan struktur pada ovarium, uterus, dan vagina. Periode yang menunjukkan bahwa hewan betina sedang mengalami aktivitas seksual tinggi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda seperti gelisah dan berteriak-teriak memanggil pejantan. Istilah estrus semula hanya menunjukkan kehadiran periode keinginan seksual yang tinggi, yang diwujudkan melalui tingkah laku hewan tersebut, tetapi dengan diperolehnya data melalui percobaan, diketahui bahwa pada saat terjadi estrus juga terjadi perubahan-perubahan yang penting dalam hewan tersebut, yang sangat erat kaitannya dengan saat ovulasi, yang biasanya bersamaan dengan fase estrus.
Praktikum kali ini menggunakan mencit (Mus muscullus) untuk mewakili kelas mamalia karena mudah didapat, siklus estrusnya pendek serta ukuran mencit (Mus muscullus)  yang relatif kecil sehingga mudah diamati. Pada dasarnya metode vaginal smear dapat digunakan pada mamalia non primata, karena mamalia non primata mengalami fase estrus. Contoh hewan lain yang dapat menggunakan metode vaginal smear adalah marmut (Cavia porcellus).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk membuat apus vagina dari mencit (Mus muscullus) serta mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat dan menentukan fase estrus dari hewan uji.









II. TINJAUAN PUSTAKA
Metode vaginal smear menggunakan sel epitel dan sel lukosit sebagai bahan identifikasi. Sel epitel merupakan sel yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari perubahan tersebut. Sel leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian individu. Sel leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal, sedangkan sel leukosit berbentuk bulat berinti (Nalbandov, 1990).
Vagina smear bertujuan untuk menentukan fase estrus. Fase estrus ditentukan dengan cara mengidentifikasi sel leukosit serta epitel yang terdapat pada marmut. Vaginal smear sangat penting dipelajari karena sangat diperlukan dalam observasi perbandingan yang membutuhkan pemahaman lebih mendalam khususnya masalah pada organ reproduksi (Bagnara, 1988).
Vagina merupakan saluran terdepan sistem pembiakan betina, antara vestibule genitalia luar dan cervix. Dinding terdiri dari 3 lapis, yaitu mukosa, otot polos, dan jaringan ikat (adventitia). Lapisan mukosa terdiri dari epitel dan lamina propia. Sel epitel beberapa lapis dan terluar menggepeng, dalam keadaan normal lapisan epitel ini tak menanduk pada Primata, tapi menanduk pada Rodentia. Pada Rodentia sel-sel epitel menanduk ini dijumpai waktu dilakukan usapan vagina (Yatim, 1982).
Vaginal smear atau apus vagina ialah perubahan-perubahan histologis vagina terjadi pada semua mamalia betina selama siklus estrus. Teknik preparat apus vagina ternyata paling bermanfaat, terutama pada spesies yang memiliki siklus estrus pendek (mencit dan tikus), karena pada spesies ini, histologi vagina dapat menunjukan kejadian-kejadian pada ovarium paling tepat. Spesies dengan siklus yang lebih panjang, seperti pada wanita dan pada semua hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberapa hari dari perubahan ovarium, sehingga preparat apus vagina kurang dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai indikator kejadian di ovarium. Kecuali itu, betina dengan siklus panjang menunjukkan variasi individu yang sangat nyata, dan hal ini juga yang mengakibatkan apliaksi teknik kurang tepat dan kurang berguna. Tikus yang siklusnya berakhir sekitar empat hari, perbandingan yang seksama telah dilakukan antara morfologi ovarium dengan histologi vagina, dan siklus estrus telah dibagi ke  dalam tahap-tahap siklus. Hewan yang diamati silkus estrusnya  adalah hewan yang berumur 8 minggu, telah masak kelamin dan tidak dalam masa kehamilan  (Nalbandov, 1990).                                                      
Estrus merupakan klimaks fase folikel. Masa inilah betina siap menerima jantan, saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang memerlukan rangsangan seksual lebih dulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini betina jadi birahi atau panas. Fase folikel adalah fase ketika graaf tumbuh, yang diatur oleh hormon FSH dan LH dari hypofisis. Berikut ini penjelasan masing–masing fase birahi menurut Frandson (1992):
1.      Proestrus
 Produksi estrogen meningkat di bawah stimulasi FSH (Folicle Stimulating Hormon) dan adenohipofisis pituitari dan LH (Luteinizing Hormon) ovari yang menyebabkan meningkatnya perkembangan uterus, vagina, oviduk, dan volikel ovari. Fase yang pertama (proestrus) dari siklus estrus dianggap sebagai fase penumpukan. Fase proestrus ini folikel ovari dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi hormon–hormon estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran darah merangsang penaikan vesikularitas dan pertumbuhan sel genitalia tubular, dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang akan terjadi.
2.      Estrus
Estrus adalah periode penerimaan seksual pada hewan betina, yang terutama ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Selama atau segera setelah periode itu terjadilah ovulasi, ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan peningkatan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi folikel membesar dan mengalami turgit, serta ovum yang berada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira –kira pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi. Pada saat itu ovum dilepaskan dari volikel menuju ke bagian tuba uterine.
3.      Metestrus
Metestrus adalah fase setelah ovulasi dimana korpus luteum mulai berfungsi. Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya waktu LTH (Lutetropik Hormon) disekresi oleh adenohipofisis. Selama periode ini terdapat penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovari.
4.      Diestrus dan anestrus
Diestrus adalah periode “quiescence” yang relatif pendek antara siklus estrus pada hewan–hewan yang tergolong poliestrus, sedangkan anestrus merupakan periode “quiescence” antar musim kawin.
Hormon tidak disekresikan dalam jumlah konstan sepanjang daur seksual, tetapi dengan kecepatan yang sangat berbeda dalam berbagai bagian dari daur tersebut. Sistem hormon yang berperan dalam daur pembiakkan adalah hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu GnRh, hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior yaitu FSH dan LH, dan hormon yang dikeluarkan oleh ovarium yaitu estrogen dan progesteron (Guyton, 1997).
Organ  reproduksi betina pada mamalia yang berupa ovarium berbetuk pipih dalam  keadaan  istirahat,  tetapi  berbentuk  bulat,  panjang,  benjolan-benjolan  pada
tepinya pada fase reproduksi. Setiap ovarium berada sangat dekat pada suatu lubang berbentuk seperti corong (osteum) di ujung distal tubae uterina (oviductus = saluran telur) pada  tepi  lubang oesteum  terdapat  jumbai yang disebut  fimbria. Oviductus di dekat ujung oesteum yang agak mengalami dilatasi disebut ampula. Setelah melewati bagian  ini,  apalagi  setelah  mencapai  uterus,  telur  sudah  tidak  dapat  dibuahi  oleh spermatozoa lagi. Oviductus mamalia selain sebagai jalan sel telur menuju ke uterus juga  berfungsi  sebagai  tempat  berlangsungnya  proses  pembuahan.  Uterus  ini berfungsi  sebagai  tempat  berlangsungnya  perkembangan  embrio  (memberi  tempat, melindungi dan memberi nutrisi serta membantu ekresi) (Soeminto, 2000).











III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum vaginal smear ini adalah cotton bud, pipet, tissue, kamera, object glass, cover glass dan mikroskop cahaya.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sel epitel dan leukosit pada vagina mencit betina (Mus muscullus ), larutan NaCl 0,9%, alkohol 70%, dan pewarna methylen blue 1%.
B. Metode
1.       Mencit betina yang telah masak kelamin disiapkan.
2.       Mencit ditelentangkan untuk diperiksa.
3.       Cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9%, kemudian secara perlahan dimasukkan ke dalam vagina mencit sedalam ± 5 mm, dan diputar perlahan dua hingga tiga kali.
4.       Object glass kering yang sudah dibersihkan dengan alkohol 70% disiapkan.
5.       Cotton bud dioleskan memanjang tiga kali dengan arah yang sama pada object glass,kemudian dibiarkan mengering.
6.       Setelah agak kering gelas preparat ditetesi dengan methylen blue 1% dan diarahkan, lalu kering anginkan. Bila pewarnanya berlebih, preparat ditetesi dengan aquades.
7.       Tutup dengan cover glass.
8.       Preparat diamati dengan mikroskop.
9.       Hasil yang diperoleh digambar dan difoto serta ditentukan fasenya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1
Gambar 1.  Mikroskopis Fase Estrus pada Vaginal Smear Mus muscullus
                   Perbesaran : 40 x 10
Keterangan :
1. Epitel terkornifikasi









B. Pembahasan
 Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui dari sel yang tampak yaitu epitel mengalami penandukkan (terkornifikasi) menunjukkan bahwa mencit (Mus muscullus) sedang mengalami fase estrus. Pertumbuhan yang cepat dan kornifikasi epitelium vagina selama dan pada akhir estrus disebabkan oleh estrogen.Naiknya kadar estrogen pada marmut juga memberikan kontribusi pada menurunnya kadar kalori pada mencit (Mus muscullus) (Frisch, 1975).
Fase siklus estrus yang didapatkan pada hewan uji saat praktikum adalah fase estrus. Fase ini ditandai dengan adanya sel-sel epitel yang mengalami kornifikasi (penandukan). Hal ini sama dengan referensi yang didapat yaitu menurut Adnan (2006),  pada  saat  estrus,  vagina  memperlihatkan  sel-sel  epitel  yang  menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada hewan hewan laboratorium, seperti mencit dan  tikus,  sebelum  hewan  jantan  dan  betina  disatukan,  penyatuan  sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Pertumbuhan  yang  cepat  dan  kornifikasi  epitelium  vagina  selama  dan  pada akhir  estrus  telah  diketahui  disebabkan  oleh  estrogen.  Apabila  pada  siklus  yang normal,  estrogen menurun  setelah ovulasi,  atau pada betina  yang dikastrasi,  injeksi estrogen  dihentikan, maka  akan  tampak  epitelium  vagina  dengan  kornifikasi mulai berkurang,  gambaran  sisik  menghilang  dan  leukosit  dominan.  Epitelium  vagina secara  histologis  berubah  dari  tipe  skuama  berlapis  tebal  karena  estrogen  ke epitelium  kuboid  rendah  tipis  yang  menandakan  fase  anestrus  dari  siklus  estrus (Helena, 2006).
Siklus estrus merupakan rangkaian kejadian yang berhubungan dengan persiapan uterus untuk penerimaan dan penanaman ovum. Fasenya antara lain proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Terjadi penambahan ustrinitas kelenjar dan pembuluh pada endometrium dan mukosa vagina pada fase proestrus. Dinding uterus menjadi lebih tebal dan halus. Folikel graft di dalam ovarium telah masak dan menghasilkan hormon-hormon esteron dan progesteron pada fase proestrus sebelum terjadi ovulasi. Perubahan ini disebabkan oleh hormon gonadotrop dan hipofise yaitu FSH (Folikle Stimulating Hormon). Produksi estron bertambah dan terjadi ovulasi pada fase estrus. Mukosa dari estrus mengembang dan banyak mengandung darah, pada waktu inilah hewan betina siap untuk menerima hewan jantan. Terbentuknya corpus luteum dari sel-sel folikel terjadi pada fase metestrus. Corpus luteum dari waktu ovulasi pada akhir siklus estrus bekerja sebagai kelenjar endokrin. Progestron pada waktu ini aktif sekali mempersiapkan dinding uterus bagi implantasi ovum, sebaliknya estron hanya terdapat sedikit di dalam tubuh. Fase anestrus adalah periode istirahat seksual, uterus kembali lagi mengambil struktur semula. Fase diestrus adalah periode antara selesainya perombakan persiapan kawin berikutnya (Djuhanda, 1981).
Fase diestrus tidak memiliki karakteristik sel yang khas dan sel leukositnya mengalami infiltrasi. Fase Proestrus berperan dalam menghasilkan sel matang dengan adanya pertambahan sel intermediet dan sel superficial sehingga selektivitas pada BE berpengaruh antar tiap sel yang ada. Sel superficial mengalami totalitas apus pada fase estrus. Semua materi yang terkumpul menunjukkan bahwa adanya kelimpahan sitologi dan sedikitnya afinitas krom dapat saling melengkapi. Fase metrestus dimulai dengan penampakan pada sel leukosit. Apus menjadi jarang dan munculnya elemen matang, inti sel dan membran dalam hingga terjadi proses keratinisasi (Huettner,1961).
Pada kelenjar pituitari, GnRH mengikat ke sel yang peka terhadap rangsangan GnRH pada sel gonad untuk merangsang pelepasan dari FSH dan LH ke peredaran darah. Pengeluaran pola sinyal dari GnRH mempengaruhi pelepasan siklis dari LH dan ke yang sedikit lebih banyak dari FSH. Pada binatang menyusui betina, FSH mempengaruhi perkembangan folikel dan sesudah itu estradiol dan pengeluaran inhibin oleh sel granulosa. Setelah ovulasi, luteinised granulosa dan sel theca mulai menghasilkan progesteron yang banyak.(Ahmad, 2010)
Pada beberapa binatang menyusui betina hipotalamus melepaskan GnRH sesuai dengan satu siklus tetap. Dengan mengontrol pelepasan dari oosit. Pada sebagian besar binatang menyusui betina secara seksual mau menerima pejantan pada saat ovulasi dan disebut “ birahi ” atau, lebih dengan sopan, saat estrus. Pada binatang menyusui ini siklus reproduktif disebut siklus estrus. Pada manusia dan Gorila,betina secara seksual mau menerima pejantan tanpa harus menunggu sebuah oosit siap untuk dibuahi. Pada spesies lain dan primata lain penurunan dari estrogen dan progesteron menyebabkan korpus luteum terdegenerasi  karena endometrium meluruh,membentuk suatu peluruhan(menstruasi). Pada primata,siklus ini disebut siklus haid daripada disebut siklus estrus.(Leon, 1992)
Mentruasi terjadi bila pada saat ovulasi terjadi, tidak terjadi pembuahan. Bila sel telur yang diovulasikan ovarium tidak dibuahi atau sel telur yang sudah dibuahi gagal berimplantasi (bernidasi) ke dalam endometrium uterus, maka penebalan mukosa uterus akan terkelupas, kapile-kapiler darah pada mukosa uterus terbuka dan menyebabkan pendarahan yang disebut dengan menstruasi. Fase estrus adalah waktu persiapan menjelang terjadinya masa kawin. Hasil dari fase estrus adalah ovulasi/pelepasan sel telur (Walter, 1969).
Sel epitel merupakan sel yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari perubahan tersebut. Sel leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh bagian individu. Sel leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal, sedangkan sel leukosit berbentuk bulat berinti (Nalbandov, 1976).





















KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.       Prosedur pembuatan preparat apus vagina yaitu masukkan cotton bud yang sudah dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% ke dalam vagina marmut kemudian putar searah secara perlahan cotton budnya sedalam ± 5mm lalu cotton bud tersebut dioleskan memanjang dua atau tiga baris olesan dengan arah yang sama pada objek glass yang sudah diberi alkohol 70% kemudian olesan yang ada di object glass diberi larutan methylen blue 1% lalu keringkan kira-kira 5 menit selanjutnya amati di mikroskop.
2.       Tipe sel yang digunakan untuk mengidentifikasi fase-fase dalam siklus estrus adalah sel epitel dan sel leukosit. Epitel bentuknya oval atau polygonal, sedangkan leukosit bulat dan berinti.
3.       Fase pada mencit dalam praktikum ini adalah fase estrus dapat diketahui dari preparat yang berisi epitel kornifikasi.

B. Saran
1.      Sebaiknya saat praktikum disediakan preparat apus vagina yang sudah jadi sehingga dapat membantu kelompok yang belum berhasil membuat apus vagina.
2.      Sebaiknya saat praktikum disediakan empat preparat apus vagina yang terdiri dari fase proestrus, estrus, mesestrus/postestrus, dan diestrus.



DAFTAR REFERENSI
Adnan, 2006. Reproduksi dan Embriologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM, Makassar.
Ahmad,JG.2010. Effects of gonadotropin releasing hormone conjugate immunization and bioenhancing role of Kamdhenu ark on estrous cycle, serum estradiol and progesterone levels in female Mus musculus, (2010) 8, 70-75
Bagnara, T. 1988. Endokrinologi Umum. Diterjemahkan oleh Harjoso. Universitas Airlangga, Surabaya.
Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico, Bandung.
Frandson, R. D. 1992. Anatomy and Phisiology of Farm Animal. Lea Febigur, Philadelphia.
Frisch, R.E. 1975. Body weight and Food Intake at Early Estrus of Rats on a High Fat Diet, (1975) 72, 4172-4176.
Guyton, A. C and Hall, J. E. 1997. Textbook Medical Physiologi. Wb Saunders Company, Philadelphia.
Helena et al. 2006. Changes in α-estradiol receptor and progesterone receptor expression in the locus coeruleus and preoptic area through out the rat estrous cycle. Journal of Endocrinology (2006) 188, 155-165.
Huettner, F.A. 1961. Fundamentas of Comparatives Embryology of  The Vertebrates. The Macmillan Company, New York.
Nalbandov, A. V.  1990.  Reproductive  Physiology  of Mammals  and  Birds. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Leon,C H.1992.Concepts in zoology.HarperCollinsPublisers,New York
Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Walter, H.E. 1969. Biology of The Vertebrata. The Millan Company, New York.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar